15 ribu tweet teror yang beredar di Twitter setiap harinya. Data ini menurut penelitian dari Universitas Wisconsin Amerika Serikat.
Dengan demikian tak kurang ada 100 ribu tweet di tiap pekannya yang meneror pengguna di linimasa. Dan dalam sebulan ada 400 ribu tweet yang sama.
Untuk memahami apa yang terjadi sesungguhnya, para peneliti dari Universitas Wisconsin menganalisi tweet di Twitter menggunakan algoritma khusus.
Dan dengan algoritma tersebut maka akan terlihat kata-kata khusus dan "simbol" (emoticon) yang bisa menunjukkan indikasi intimidasi atau teror.
Studi ini sejatinya masih berlangsung. Dan data di tahun 2011 silam, terkumpul data jika 250 juta tweet diposting saban harinya. Jumlah ini sama dengan 10 kali populasi Texas.
Xiaojin Zhu, salah satu peneliti berujar, dari algoritma tersebut bisa diketahu tweet yang terindikasi masuk kategori intimidasi atau teror.
"Algoritma ini membaca tweet sebagai dokumen teks pendek dan menandai penggunaan kata-kata yang mampu menganalisanya," bebernya.
Ia melanjutkan, jika temuan ini sangat penting sebab cukup sering korban dan pelaku intimidasi mengalami kejadian tersebut yang bermula dari media sosial.
Sementara itu diluar studi ini ditemukan fenomena menarik lainnya yakni adanya peran "pelapor" yang justru apatis menyingkapi peristiwa ini.
"Anak-anak cukup cerdas dalam "menyembunyikan" intimidasi ini dari orang dewasa. Dan para korban enggan berbagi masalah dengan sesama dengan pelbagai alasan," tandas Amy Bellmore, salah satu peneliti dari Universitas Wisconsin.()